Sabtu, 17 Desember 2011

Bye, Mom…
(Kisah Cinta Seorang Anak)

Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki,
 wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku,
 memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini
 memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain
 saja.

Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya
 membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun
 melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya
 menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga
 Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan
 membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.

 Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa
 stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu
 melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu
 menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2 tahun, Sam meninggal
 dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi
 semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya
 mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup. Saya
 pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang
 sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja. Kemudian saya
 tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar
 hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejak
 kejadian itu.

Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia
 Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat
 buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah
 sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica telah
 berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah
 perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi
 yang mengingatnya.

Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti
 sebuah film yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari
 betapa jahatnya perbuatan saya dulu.tiba-tiba bayangan Eric melintas
 kembali di pikiran saya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric. Sore
 itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Brad
 dengan pandangan heran menatap saya dari samping. “Mary, apa yang
 sebenarnya terjadi?”

“Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal
 yang telah saya lakukan dulu.” aku menceritakannya juga dengan
 terisak-isak. Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah
 memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis
 saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang.
 Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari
 hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya
 tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric…

Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada
 sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya
 mengamatinya dengan seksama… Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali
 potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan
 Eric sehari-harinya. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap
 sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.
 Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala
 ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.

“Heii…! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!”

Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, “Ibu, apa ibu kenal
 dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?”

Ia menjawab, “Kalau kamu ibunya, kamu sungguh tega, Tahukah kamu, 10
 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus
 menunggu ibunya dan memanggil, ‘Mommy…, mommy!’ Karena tidak tega,
 saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya.
 Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah,
 namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan
 yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis
 setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu…”

Saya pun membaca tulisan di kertas itu…

“Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi…? Mommy marah sama
 Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji
 kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom…”

Saya menjerit histeris membaca surat itu. “Bu, tolong katakan…
 katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang!
 Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!”

Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.

“Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric
 telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya
 sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan
 di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut
 apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya
 ada di dalam sana… Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari
 belakang gubuk ini… Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang
 lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana.”

Ping your blog, website, or RSS feed for Free

visit this site sahabat syair kamboja

 

syair kamboja. Copyright since 2008 admin by : guombloch